BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kita
ketahui bahwa Nabi Muhammad berperan sebagai wasilah yang bisa melancarkan do’a
umat yang bersholawat kepadanya. Inilah salah satu rahasia do’a atau sholawat
yang tidak banyak orang tahu sehingga banyak yang bertanya kenapa nabi malah
dido’akan umatnya? untuk itulah jika kita berdoa kepada Allah jangan lupa
terlebih dahulu bersholawat kepada Nabi SAW, karena do’a kita akan lebih
terkabul daripada tidak berwasilah melalui bersholawat.
Dalam
membaca shalawat harus disertai keyakinan yang kuat, sebab Allah itu berada
dalam prasangka hambanya. Inilah pentingnya punya pemikiran yang positif agar
do’a kita pun terkabul. Meski kita berdo’a tapi tidak yakin (pikiran negatif)
maka bisa dipastikan do’anya tertolak.
Sholawat
itu tanda cinta pada Rosulillah, tanda terimakasih yang tak terhingga, karena
itu kita bisa bertauhid mengenal Alloh Azza wa Jalla. Semoga kita dikumpulkan
dalam panji Junjungan kita Nabi Muhammad al Musthofa saw dan Semoga dengan
membaca Sholawat ini kita bisa mendapatkan Syafa’at-Nya…Amiiin.
Ada
faham yang mengatakan bahwa shalawat itu bid’ah dan termasuk perbuatan yang
syirik. Yang sedemikian itu janganlah kita mengatakan segala sesuatu yang belum
kita ketahui dengan kata-kata bid’ah, syirik dan lain sebagainya, itu karena
kita tidak tahu ataupun kedangkalan ilmu kita. Pertanyaannya salahkah kita
bersholawat kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang selama ini menjadi
suri tauladan bagi umat Islam diseluruh dunia bahkan malaikat saja bersholawat
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW?
Berawal
dari masalah ini, saya akan mencoba membahas bahwa shalawat itu bukan merupakan
suatu perbuatan yang bid’ah, syirik dan lain sebagainya.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah yang kami susun
ini adalah :
1. Beberapa model shalawat bid’ah versi
wahabi
2. Pembahasan menurut wahabi dan aswaja
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Shalawat
Pengertian
sholawat menurut arti bahasa adalah “doa”. Sedangkan meurut istilah adalah:
Sholawat Alloh SWT kepada Rosululloh SAW berupa Rohmat dan Kemuliaan( Rahmat
Ta’dhim ). Sholawat dari malaikat yang kepada Kanjeng Nabi SAW berupa
permohonan rahmat dan kemuliaan kepada Allah SWT untuk Kanjeng Nabi Muhammad
SAW sedangkan selain Kanjeng Nabi berupa permohonan rahmat dan ampunan,
Sholawat orang–orang yang beriman ( manusia dan jin ) ialah permohonan rohmat
dan kemuliaan kepada Allah SWT. untuk Kanjeng Nabi SAW, seperti :
“Allohumma Sholli ‘Alaa Sayyidinaa Muhammad”
B.
Dasar Membaca Shalawat
Dasar
membaca shalawat atas nabi seperti yang ada dalam firman Allah surat Al-Ahzab
ayat: 56, sebagai berikut:
إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi, Hai orang-orang yang beriman,
bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS
al Ahzab 33:56)
C. Beberapa
Bentuk Shalawat Bid’ah Menurut Salafy-Wahaby
Sudah bukan rahasia lagi kalau di
tengah-tengah kaum muslimin, banyak tersebar berbagai jenis shalawat yang sama
sekali tidak berdasarkan dalil dari sunnah Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam. Shalawat-shalawat itu biasanya dibuat oleh pemimpin tarekat sufi
tertentu yang dianggap baik oleh sebagian umat Islam kemudian disebarkan hingga
diamalkan secara turun temurun. Padahal jika shalawat-shalawat semacam itu
diperhatikan secara cermat, akan nampak berbagai penyimpangan berupa
kesyirikan, bid’ah, ghuluw terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan
sebagainya.
1.
Shalawat Nariyah
Shalawat jenis ini banyak tersebar
dan diamalkan di kalangan kaum muslimin.Bahkan ada yang menuliskan lafadznya di
sebagian dinding masjid. Mereka berkeyakinan, siapa yang membacanya 4444 kali,
hajatnya akan terpenuhi atau akan dihilangkan kesulitan yang dialaminya.
Berikut nash shalawatnya:
اللَّهُمَّ صَلِّ صَلاَةً كَامِلَةً
وَسَلِّمْ سَلاَمًا تَامًّا عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِيْ تُنْحَلُ بِهَ
الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ
بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِيْمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ
الْكَرِيْمِ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ عَدَدَ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ
“Ya Allah, berikanlah shalawat
yang sempurna dan salam yang sempurna kepada Baginda kami Muhammad yang
dengannya terlepas dari ikatan (kesusahan) dan dibebaskan dari kesulitan. Dan
dengannya pula ditunaikan hajat dan diperoleh segala keinginan dan kematian
yang baik, dan memberi siraman (kebahagiaan) kepada orang yang sedih dengan
wajahnya yang mulia, dan kepada keluarganya, para shahabatnya, dengan seluruh
ilmu yang engkau miliki.”
Ada beberapa hal yang perlu
dijadikan catatan kaitannya dengan shalawat ini:
1. Sesungguhnya aqidah tauhid yang
diseru oleh Al Qur’anul Karim dan yang diajarkan kepada kita dari Rasulullah
shallallahu laiahi wasallam, mengharuskan setiap muslim untuk berkeyakinan
bahwa Allah-lah satu-satunya yang melepaskan ikatan (kesusahan), membebaskan
dari kesulitan, yang menunaikan hajat, dan memberikan manusia apa yang mereka
minta. Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim berdo’a kepada selain Allah
untuk menghilangkan kesedihannya atau menyembuhkan penyakitnya, walaupun yang
diminta itu seorang malaikat yang dekat ataukah nabi yang diutus. Telah
disebutkan dalam berbagai ayat dalam Al Qur’an yang menjelaskan haramnya
meminta pertolongan, berdo’a, dan semacamnya dari berbagai jenis ibadah kepada
selain Allah Azza wajalla. Firman Allah:
قُلِ ادْعُوا الَّذِيْنَ زَعَمْتُمْ
مِنْ دُوْنِهِ فَلاَ يَمْلِكُوْنَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلاَ تَحِْويْلاً
“Katakanlah: ‘Panggillah mereka
yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah.
Maka mereka tidak akan mempunyai
kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula memindahkannya.” (Al-Isra: 56)
Para ahli tafsir menjelaskan bahwa
ayat ini turun berkenaan dengan segolongan kaum yang berdo’a kepada Al Masih
‘Isa, atau malaikat, ataukah sosok-sosok yang shalih dari kalangan jin. (Lihat
Tafsir Ibnu Katsir 3/47-48)
2. Bagaimana mungkin Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam rela dikatakan bahwa dirinya mampu melepaskan
ikatan (kesulitan), menghilangkan kesusahan, dsb, sedangkan Al Qur’an menyuruh
beliau untuk berkata:
قُلْ لاَ
أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللهُ وَلَوْ كُنْتُ
أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوْءُ
إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيْرٌ وَبَشِيْرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُوْنَ
“Katakanlah: ‘Aku tidak berkuasa
menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali
yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku
membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan.
Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi
orang-orang yang beriman’.” (Al-A’raf: 188)
Seorang laki-laki datang kepada Nabi
shallallahu alaihi wasallam, lalu mengatakan, “Berdasarkan kehendak Allah dan
kehendakmu”. Maka beliau bersabda:
أَجَعَلْتَنِيْ للهِ نِدًّا؟ قُلْ مَا
شَاءَ اللهُ وَحْدَهُ
“Apakah engkau hendak menjadikan
bagi Allah sekutu? Ucapkanlah: Berdasarkan kehendak Allah semata.” (HR.
An-Nasai dengan sanad yang hasan)
(Lihat Minhaj Al-Firqatin Najiyah
227-228, Muhammad Jamil Zainu)
2.
Shalawat Al-Fatih (Pembuka)
Lafadznya adalah sebagai berikut:
اللَّهُمَّ
صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْفَاتِحِ لِمَا أَغْلَقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا
سَبَقَ, نَاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ الْهَادِي إِلَى صِرَاطِكَ الْمَسْتَقِيْمِ
وَعَلىَ آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارُهُ عَظِيْمٌ
“Ya Allah berikanlah shalawat
kepada Baginda kami Muhammad yang membuka apa yang tertutup dan yang menutupi
apa-apa yang terdahulu, penolong kebenaran dengan kebenaran yang memberi
petunjuk ke arah jalan yang lurus. Dan kepada keluarganya, sebenar-benar
pengagungan padanya dan kedudukan yang agung.”
Berkata At-Tijani tentang shalawat
ini –dan dia pendusta dengan perkataannya-:
“….Kemudian (Nabi shallallahu alaihi
wasallam) memerintah aku untuk kembali kepada shalawat Al-Fatih ini. Maka
ketika beliau memerintahkan aku dengan hal tersebut, akupun bertanya kepadanya
tentang keutamaannya.Maka beliau mengabariku pertama kalinya bahwa satu kali
membacanya menyamai membaca Al Qur’an enam kali. Kemudian beliau mengabarkan
kepadaku untuk kedua kalinya bahwa satu kali membacanya menyamai setiap tasbih
yang terdapat di alam ini dari setiap dzikir, dari setiap do’a yang kecil
maupun besar, dan dari Al Qur’an 6.000 kali, karena ini termasuk dzikir.”
Dan ini merupakan kekafiran yang
nyata karena mengganggap perkataan manusia lebih afdhal daripada firman Allah
Azza Wajalla. Sungguh merupakan suatu kebodohan apabila seorang yang berakal
apalagi dia seorang muslim berkeyakinan seperti perkataan ahli bid’ah yang
sangat bodoh ini. (Minhaj Al-Firqah An-Najiyah 225 dan Mahabbatur Rasul 285,
Abdur Rauf Muhammad Utsman)
Telah bersabda Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam:
خَيْرُكُمْ
مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik kalian adalah yang
mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya.”
(HR. Bukhari dan Tirmidzi dari Ali
bin Abi Thalib. Dan datang dari hadits’Utsman bin ‘Affan riwayat Ahmad, Abu
Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Dan juga Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam:
مَنْ
قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ
أَمْثَالِهَا لاَ أَقُوْلُ : { ألم } حَرْفٌ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ
حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ
“Barangsiapa yang membaca satu
huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan.Dan satu kebaikan menjadi
sepuluh kali semisal (kebaikan) itu. Aku tidak mengatakan: alif lam mim itu
satu huruf, namun alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim itu satu huruf.”
(HR.Tirmidzi dan yang lainnya dari Abdullah bin Mas’ud dan dishahihkan oleh
Al-Albani rahimahullah)
3.
Shalawat Yang Disebutkan Salah
Seorang Sufi Dari Libanon
Dalam kitabnya yang membahas tentang
keutamaan shalawat, lafadznya sebagai berikut:
اللَّهُمَّ
صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ حَتَّى تَجْعَلَ مِنْهُ اْلأَحَدِيَّةَ الْقَيُّوْمِيَّةَ
“Ya Allah berikanlah shalawat
kepada Muhammad sehingga engkau menjadikan darinya keesaan dan qoyyumiyyah
(maha berdiri sendiri dan yang mengurusi makhluknya).”
Padahal sifat Al-Ahadiyyah dan
Al-Qayyumiyyah, keduanya termasuk sifat-sifat Allah Azza wajalla. Maka,
bagaimana mungkin kedua sifat Allah ini diberikan kepada salah seorang dari
makhluk-Nya padahal Allah Ta’ala berfirman:
لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa
dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syura:
11)
4. Shalawat Sa’adah (Kebahagiaan)
Lafadznya sebagai berikut:
اللَّهُمَّ
صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَدَدَ مَا فِي عِلْمِ اللهِ صَلاَةً دَائِمَةً
بِدَوَامِ مُلْكِ اللهِ
“Ya Allah, berikanlah shalawat
kepada baginda kami Muhammad sejumlah apa yang ada dalam ilmu Allah, shalawat
yang kekal seperti kekalnya kerajaan Allah.”
Berkata An-Nabhani As-Sufi setelah
menukilkannya dari Asy-Syaikh Ahmad Dahlan: ”Bahwa pahalanya seperti 600.000
kali shalat. Dan siapa yang rutin membacanya setiap hari Jum’at 1.000 kali,
maka dia termasuk orang yang berbahagia dunia akhirat.” (Lihat Mahabbatur Rasul
287-288)
Cukuplah keutamaan palsu yang disebutkannya,
yang menunjukkan kedustaan dan kebatilan shalawat ini.
5. Shalawat Al-In’am
Lafadznya sebagai berikut:
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ عَدَدَ إِنْعَامِ اللهِ وَإِفْضَالِهِ
“Ya Allah berikanlah shalawat,
salam dan berkah kepada baginda kami Muhammad dan kepada keluarganya, sejumlah
kenikmatan Allah dan keutamaan-Nya.”
Berkata An-Nabhani menukil dari
Syaikh Ahmad Ash-Shawi:
“Ini adalah shalawat Al-In’am.Dan
ini termasuk pintu-pintu kenikmatan dunia dan akhirat, dan pahalanya tidak
terhitung.”
(Mahabbatur Rasul 288)
6. Shalawat Badar
Lafadz shalawat ini sebagai berikut:
shalatullah salamullah ‘ala thoha rosulillah
shalatullah salamullah ‘ala yaasiin habibillah
tawasalnaa bibismillah wa bil hadi rosulillahmmmm
wa kulli majahid fillahm
bi ahlil badri ya Allah
Shalawat Allah dan salam-Nyeeeea semoga tercurah kepada
Thaha Rasulullah
Shalawat Allah dan salam-Nya semoga
tercurah kepada Yasin Habibillah
Kami bertawassul dengan nama Allah
dan dengan pemberi petunjuk, Rasulullah
Dan dengan seluruh orang yang
berjihad di jalan Allah, serta dengan ahli Badr, ya Allah
Dalam ucapan shalawat ini terkandung
beberapa hal:
1. Penyebutan Nabi dengan habibillah
2. Bertawassul dengan Nabi
3. Bertawassul dengan para mujahidin
dan ahli Badr
Point pertama telah diterangkan
kesalahannya secara jelas pada rubrik Tafsir. Pada point kedua, tidak terdapat satu
dalilpun yang shahih yang membolehkannya.Allah Idan Rasul-Nya tidak pernah
mensyariatkan.Demikian pula para shahabat (tidak pernah mengerjakan).Seandainya
disyariatkan, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkannya dan
para shahabat melakukannya.Adapun hadits: “Bertawassullah kalian dengan
kedudukanku karena sesungguhnya kedudukan ini besar di hadapan Allah”, maka
hadits ini termasuk hadits maudhu’ (palsu) sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu
Taimiyyah dan Asy-Syaikh Al-Albani.
Adapun point ketiga, tentunya lebih
tidak boleh lagi karena bertawassul dengan Nabi shallallhu ‘alaihi wa sallam
saja tidak diperbolehkan. Yang dibolehkan adalah bertawassul dengan nama Allah
di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَ للهِ الأَسْمآءُ الْحُسْنَ فَادْعُوْهُ
بِهاَ
“Dan hanya milik Allah-lah asmaul
husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu.”
(Al-A’raf: 180)
Demikian pula di antara doa Nabi: “Ya
Allah, aku mohon kepada-Mu dengan segala nama yang Engkau miliki yang Engkau
namai diri-Mu dengannya. Atau Engkau ajarkan kepada salah seorang hamba-Mu,
atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau simpan di sisi-Mu dalam ilmu
yang ghaib.” (HR. Ahmad, Abu Ya’la dan lainnya, dishahihkan oleh Asy-Syaikh
Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 199)
D. Urgensi
Shalawat Dalam Kehidupan
“Sungguh
Allah melimpahkan solawat dan para malaikat memohonkan solawat untuk Nabi SAW,
maka wahai orang-orang yang beriman, bacakanlah (mohonkanlah) solawat
untuknya…” Potongan ayat ini hampir pasti dibacakan para khotib pada khutbah
bagian kedua.
Karena
telah dilimpahi sholawat oleh Allah dan dibacakan sholawat para malaikat,
logisnya Nabi SAW sudah turah/berkecukupan sholawat. Jadi, kitalah yang butuh
membacakan sholawat kepada beliau. Mengapa? Setiap sekali kita membacakan
sholawat untuk beliau, Allah melimpahkan sholawat buat kita minimal sepuluh
kali.
Makna
sholawat secara umum adalah pernyatan kasih dan cinta. Setiap orang yang
berakal dan berilmu, pastilah mewajibkan dirinya memperbanyak sholawat Nabi
SAW. Mengapa? Tiada kasih dan cinta yang melebihi kasih dan cinta Nabi SAW
kepada umat manusia. Allah mengabarkan: “…berat terasa bagi (hati) beliau
penderitaan kalian, (beliau) sangat ingin kalian (selamat dunia-akherat)…”
Wajar jika Taufik Ismail menuliskan : “Cinta ikhlasmu pada manusia, bagai
cahaya suwarga, dapatkah kami membalas cintamu, secara bersahaja…” Bahkan,
kelak ketika neraka telah dinyalakan, ketika para nabi AS lupa kepada selain
dirinya masing-masing karena begitu menakutkannya neraka, lalu mereka berkata
“selamatkan diriku, selamatkan diriku, diriku, Ya Allah”, Beliau SAW justru
memohon; “Diriku saja yang masuk neraka Ya Allah, diriku saja, biar neraka bagi
diriku saja, selamatkan umatku, Ya Robbi, umatku Ya Allah, umatku Ya Maha
Penyelamat, ”
Adakah
makhluk ciptaanMu yang lebih mulia dari yang begini ini (Nabi SAW), Ya Robbi?
Sebesar-besar
cinta-kasih orang tua kepada anaknya, takkan pernah lebih besar dari cinta
Beliau SAW kepada kita. Sebesar-besar cinta seseorang kepada orang lainnya,
takkan pernah lebih besar dari cinta Beliau SAW kepada kita.
Sejak
zaman para sahabat RA hingga kapanpun, orang-orang saleh senantiasa menitikkan
airmata rindu-cinta bila teringat jejak-langkah Beliau SAW. Demikianlah, maka
Al Maghfurlah Al ‘Alamah Al ‘Arif Billah KH Ahmad Zaini Ghani Martapura (Tuan
Guru Ijai) bila membaca Simtud Duror beserta bacaan sholawatnya, suara
merdu-rindu penuh tetesan airmata beliau mengharu-biru ruh ratusan ribu santri
beliau yang takkan pernah bosan menghadiri majelis tiap malam Senin ini.
Begitu
pentingnya membaca sholawat nabi bagi manusia, hingga Sayyidina Syech Zainal
‘Abidin mengatakan: ciri ahlus sunnah wal jama’ah ialah banyak membaca sholawat
nabi. Syech Zainuddin Al Malibari dalam kitab Irsyadul ‘Ibad malah
menganjurkan: kalau bisa, sehari baca sholawat seribu kali, atau tujuhratus
kali, atau paling sedikit tigaratus kali.
Di
kalangan pesantren tradisional khususnya, membaca sholawat nabi dalam berbagai
versi dan cara, adalah bagian terpenting setelah membaca Al Qur’an. Terlebih
lagi pada malam/hari Jum’at. Kitab kumpulan doa dan sholawat Dalailul Khoirot
karya Syech Muhammad bin Sulaiman Al Jazuli seolah menjadi bacaan wajib kedua
setelah Al Qur’an. Tentu, mereka tahu besarnya pahala di akherat dan dahsyatnya
barokah di dunia karena membaca sholawat nabi.
Gus
Mus (KH A Mustofa Bisri Rembang) berkali-kali mengatakan: “Jika tiap bibir kita
sedang menganggur komat-kamit/mengucapkan “sollallooh ‘ngalaa Muhammad (Ya
Allah, limpahkan solawat untuk Nabi Muhammad SAW,–huruf hidup dobel dibaca
panjang) terus-menerus sedikitnya setahun, kok tidak sukses-bahagia-tentram-sentosa,
datangi aku,ludahi mukaku dan caci-makilah diriku!”
E.
Faidah
Bershalawat
Diantara faedah, hikmah dan
fadhilah bershalawat :
- Dapat
memperoleh limpahan rahmat dan kebaikan dari Allah SWT.
- Meninggikan
derajat dan menghapuskan kejahatan dan kesalahan.
- Memperoleh
pengakuan kesempurnaan Iman, jika kita membacanya 100x
- Menjauhkan
kerugian, penyesalan dan digolongkan ke dalam golongan orang-orang yang
saleh.
- Emndekatkan
diri kepada Allah SWT.
- Mendapat
pahala seperti pahala memerdekan budak.
- Dapat
memperoleh syafaat.
- Memperoleh
penyertaan dari malaikatur Rahmat
- Memperoleh
hubungan yang rapat dengan nabi. Sebab seseorang yang bershalawat dan
mengucapkan salam untuk Nabi, maka shalawat dan salamnya itu disampaikan
oleh malaikat kepada Nabi.
- Membuka
kesempatan berbicara dengan Nabi
- Menghilangkan
kesusahan, kegundahan dan melapangkan rizqi.
- Melapangkan
dada, hal ini bila dibaca samapai 100 x
- Menghapuskan
dosa. Hal ini jika seseorang membiasakan membaca 3 kali setiap hari.
- Menggantikan
sadaqah bagi orang yang tidak mampu bersadaqah.
- Melipat
gandakan pahala yang diperoleh. Hal ini apabila seseorang memperbanyak
shalawat di hari jumat.
- Mendekatkan
kedudukan di hari kiamat dengan Rasullallah di hari kiamat.
- Menjadikan
sebab doa kita diterima Allah.
- Dapat
melepaskan diri dari kebingungan di hari kiamat
- Memenuhi
suatu hak Nabi, atau menunaikan suatu tugas ibadah yang diwajibkan atas
kita umat manusia.
- Dipandang
sebagai orang yang mencintai Nabi
- Dikabulkan
segala hajat kebutuhannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bertawassul
dengan nama Allah Ta'ala seperti ini merupakan salah satu dari bentuk tawassul
yang diperbolehkan. Tawassul lain yang juga diperbolehkan adalah dengan amal
shalih dan dengan doa orang shalih yang masih hidup (yakni meminta orang shalih
agar mendoakannya). Selain itu yang tidak berdasarkan dalil, termasuk tawassul
terlarang.
Jenis-jenis
shalawat di atas banyak dijumpai di kalangan sufiyah. Bahkan dijadikan sebagai
materi yang dilombakan di antara para tarekat sufi. Karena setiap tarekat
mengklaim bahwa mereka memiliki do’a, dzikir, dan shalawat-shalawat yang
menurut mereka mempunyai sekian pahala. Atau mempunyai keutamaan bagi yang
membacanya yang akan menjadikan mereka dengan cepat kepada derajat para wali
yang shaleh. Atau menyatakan bahwa termasuk keutamaan wirid ini karena syaikh
tarekatnya telah mengambilnya dari Nabi shallallahu alaihi wasallam secara
langsung dalam keadaan sadar atau mimpi.Di mana, katanya, Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam telah menjanjikan bagi yang membacanya kedekatan
dari beliau, masuk jannah (surga) dan yang lainnya dari sekian propaganda yang
tidak bernilai sedikitpun dalam timbangan syariat.Sebab, syariat ini tidaklah
diambil dari mimpi-mimpi.Dan karena Rasul tidak memerintahkan kita dengan
perkara-perkara tersebut sewaktu beliau masih hidup.
Jika sekiranya
ada kebaikan untuk kita, niscaya beliau telah menganjurkannya kepada kita.
Apalagi apabila model shalawat tersebut sangat bertentangan dengan apa yang
beliau bawa, yakni menyimpang dari agama dan sunnahnya. Dan yang semakin
menunjukkan kebatilannya, dengan adanya wirid-wirid bid’ah ini menyebabkan
terhalangnya mayoritas kaum muslimin untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan
ibadah-ibadah yang justru disyari’atkan yang telah Allah jadikan sebagai jalan
mendekatkan diri kepada-Nya dan memperoleh keridhaannya.
Berapa banyak
orang yang berpaling dari Al Qur’an dan mentadabburinya disebabkan tenggelam
dan 'asyik' dengan wirid bid’ah ini?Dan berapa banyak dari mereka yang sudah
tidak peduli lagi untuk menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam karena tergiur dengan pahala 'instant' yang berlipat ganda.
DAFTAR PUSTAKA
ü
Ayyubi,
2011. Pintar Ibadah Lengkap. Surabaya : Pustaka Agung Harapan.
ü
Khalil,
Ramli Husein. 2004. 33 Shalawat Kepada Nabi SAW. Bandung : PT. Mizan
Pustaka.
ü
Fauz
Noor, 2009. Berpikir Seperti Nabi, Yogyakarta : LkiS
ü
Daniel,
2001. Seven Theories of Religion, Yogyakarta : Qalam
ü
Syekh
Idahram. 2001, Sejarah Bedarah Sekte Salafi Wahabi, Yogyakarta : LKiS
Belum ada komentar untuk "sholawat"
Berikan Tanggapan mengenai Artikel Di Atas :