BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kabarnya pemerintah berencana
menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dalam waktu dekat ini.
Dalihnya, ada tren kenaikan harga minyak bumi di dunia yang dipicu oleh
berbagai factor. Bahkan kini harga minyak dunia sudah menyentuh hingga USD 115
per barel atau di atas hitungan anggaran pemerintah USD 90 per barel. Dengan
melihat angka di atas, sudah dapat dipastikan pemerintah akan menempuh jalan
aman untuk mengamankan kondisi keuangan Negara. Yakni dengan melakukan
perubahan APBN 2012, seperti yang pernah dilakukan tahun-tahun sebelumnya.
Sepanjang dua periode pemerintahan,
tercatat Presiden SBY sudah 3 kali pernah menaikkan harga BBM. Harga BBM jenis
premium yang kini mencapai Rp. 4.500 liter, diperkirakan akan meroket hingga Rp
6-7 ribu per liter. Dipastikan kalau benar pemerintah menaikkan harga BBM
bersubsidi, akan memberikan efek ganda (efek domino) pada kehidupan riil
masyarakat.
Dampak buruk yang langsung dirasakan
oleh masyarakat adalah naiknya harga kebutuhan hidup seperti sembako. Soalnya,
BBM merupakan alat pertahanan ekonomi yang paling vital bagi seluruh lapisan
masyarakat bangsa. Ada dua komoditas pokok yang sangat berpengaruh besar pada
kemaslahatan hidup ratusan juta penduduk bangsa ini.
Pertama adalah BBM. Dan kedua yakni
beras. BBM berhubungan dengan bahan bakar yang menggerakkkan berbagai alat
transportasi dan alat produksi masyarakat. Sedangkan beras, merupakan logistik
utama atau makanan pokok bagi mayoritas penduduk di Indonesia. Terganggunya
produksi atau naiknya harga dua komoditas di atas, sangat mengganggu nasib
kehidupan masyarakat kecil. Terutama bagi pendidikan di negeri ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
- Bagaimana
Kenaikan BBM ?
- Apa
penyebabnya Kenaikan BBM
Menyebabkan Inflasi ?
- Bagaimana Proyeksi Dampak Kenaikan BBM April 2012 ?
4.
Bagaimana
Dampak Kenaikan BBM Terhadap Sektor Pendidikan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kenaikan BBM
Bahan Bakar
Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam semua
aktifitas ekonomi. Dampak langsung perubahan harga minyak ini adalah
perubahan-perubahan biaya operasional yang mengakibatkan tingkat keuntungan
kegiatan investasi langsung terkoreksi. Secara sederhana tujuan investasi
adalah untuk maksimisasi kemakmuran melalui maksimisasi keuntungan, dan
investor selalu berusaha mananamkan dana pada investasi portofolio yang efisien
dan relatif aman.
Kenaikan harga
BBM bukan saja memperbesar beban masyarakat kecil pada umumnya tetapi juga bagi
dunia usaha pada khususnya. Hal ini dikarenakan terjadi kenaikan pada pos-pos
biaya produksi sehingga meningkatkan biaya secara keseluruhan dan mengakibatkan
kenaikan harga pokok produksi yang akhirnya akan menaikkan harga jual produk.
Multiple efek dari kenaikan BBM ini antara lain meningkatkan biaya overhead
pabrik karena naiknya biaya bahan baku, ongkos angkut ditambah pula tuntutan
dari karyawan untuk menaikkan upah yang pada akhirnya keuntungan perusahaan
menjadi semakin kecil. Di lain pihak dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak
tersebut akan memperberat beban hidup masyarakat yang pada akhirnya akan
menurunkan daya beli masyarakat secara keseluruhan. Turunnya daya beli
masyarakat mengakibatkan tidak terserapnya semua hasil produksi banyak
perusahaan sehingga secara keseluruhan akan menurunkan penjualan yang pada
akhirnya juga akan menurunkan laba perusahaan.
B.
Kenaikan BBM Menyebabkan Inflasi
Kekhawatiran
banyak kalangan atas dampak kenaikan harga bahan bakar minyak yang sangat
drastis menjadi kenyataan. Angka laju inflasi yang diumumkan dua hari sebelum
Idul Fitri betul-betul di luar dugaan hampir semua pemerhati ekonomi dan bahkan
kalangan pemerintah sendiri.
Dengan mengacu
pada inflasi kumulatif Januari-September 2005 sebesar 9,1 persen, inflasi bulan
Oktober sebesar 8,7 persen tentu saja tergolong luar biasa sehingga membuat
inflasi kumulatif Januari-Oktober menjadi 15,6 persen. Inflasi Oktober
berdasarkan perhitungan "tahun ke tahun" (year on year) lebih tinggi
lagi, yakni 17,9 persen. Berdasarkan angka-angka itu, laju inflasi tahun 2005
diperkirakan berkisar 16-18 persen atau titik tengahnya adalah 17 persen.
Di awal kenaikan
harga bahan bakar minyak (BBM), seorang menteri ekonomi menegaskan bisa menahan
laju inflasi tahun 2005 di sekitar 10 persen. Lalu beberapa hari kemudian
dikoreksi menjadi kira-kira 12 persen, selanjutnya kembali dikoreksi menjadi 14
persen. Kali ini dan untuk ke sekian kalinya pemerintah salah langkah. Hitung-hitungan
pemerintah jelas keliru dan menyederhanakan masalah.
Memang disadari
bahwa besarnya disparitas harga BBM di dalam dan luar negeri menimbulkan banyak
masalah. Namun, sangat tidak realistis untuk menyelesaikan semua masalah itu
sekaligus dengan hanya menggunakan satu jurus pamungkas, yakni kenaikan harga
BBM sebesar 114 persen berdasarkan rata-rata tertimbang.
Padahal, kaidah
Tinbergen (Tinbergen's rule) mengatakan bahwa satu instrumen kebijakan hanya
bisa secara efektif menyelesaikan satu masalah saja. Memang pemerintah
menggulirkan beberapa obat penawar rasa sakit dalam bentuk paket insentif bagi
dunia usaha yang meliputi paket fiskal, reformasi di bidang tata niaga dan
transportasi, serta kebijakan di bidang perberasan.
Pemerintah juga
mengucurkan dana bantuan langsung tunai (BLT) bagi setiap keluarga miskin
sebesar Rp 100.000 per bulan yang dibayarkan di muka sekaligus untuk tiga
bulan. Dengan BLT ini bahkan pemerintah sangat yakin bisa menekan jumlah orang
miskin—sungguh suatu perhitungan yang teramat matematik—statik yang seolah-olah
menempatkan 220 juta penduduk Indonesia bagaikan mesin tanpa jiwa dan emosi di
dalam laboratorium yang terisolasi.
Dengan
mempertimbangkan bahwa paket insentif dan BLT sangat terbatas cakupannya dan
mengingat pula belum semua terwujud, serta masalah-masalah baru yang muncul
sehingga diragukan efektivitasnya, maka tohokan kenaikan harga BBM berpotensi
menambah dan memperpanjang penderitaan rakyat. Tanda-tanda ke arah sana sudah
semakin nyata.
Berdasarkan
perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), kenaikan harga BBM pada 1 Oktober lalu
berdampak seketika terhadap peningkatan pengangguran terbuka sebanyak 426.000
pekerja. Jajaran penganggur ini niscaya akan terus bertambah panjang dalam
setahun ke depan karena gelombang PHK akan terus berlanjut setelah Lebaran dan
Tahun Baru nanti.
Tak seperti
krisis tahun 1998 yang membuat banyak perusahaan besar—terutama yang banyak
berutang dalam mata uang asing, memiliki kandungan impor yang besar, dan
berorientasi pada pasar dalam negeri—terempas, sementara usaha kecil dan
menengah (UKM) dan atau sektor informal justru mampu bertahan, dampak kenaikan
harga BBM kali ini lebih berat dirasakan oleh UKM dan bersifat seketika.
Padahal, UKM inilah yang menjadi penyerap tenaga kerja terbesar.
Usaha berskala
menengah-besar diperkirakan mulai mengalami tekanan serius pada tahap
selanjutnya. Salah satu penyebab utamanya ialah kenaikan tajam suku bunga
pinjaman. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari keniscayaan Bank Indonesia
untuk terus-menerus meredam instabilitas makro-ekonomi. Pada hari yang
bersamaan dengan pengumuman angka inflasi oleh BPS, Bank Indonesia menaikkan BI
Rate sebesar 125 basis poin menjadi 12,25 persen. Inilah kenaikan BI Rate
tertinggi sejak diperkenalkan untuk pertama kalinya pada 5 Juli tahun ini.
Karena negeri
kita tergolong sebagai small open-economy yang menerapkan rezim devisa bebas,
sehingga membawa konsekuensi untuk menjaga interest rate differential dengan
luar negeri, maka hampir bisa dipastikan bahwa Bank Indonesia akan terus
menaikkan BI Rate.
Jika ekspektasi
masyarakat terhadap inflasi "manteng" pada angka 17 persen, maka suku
bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) bertenor satu bulan hingga Desember akan
bergerak cepat ke tingkat 15 persen. Jika pada angka ini posisi rupiah terus
mengalami tekanan "berat", maka boleh jadi suku bunga SBI akan terus
dinaikkan. Berdasarkan pengalaman dua tahun terakhir saja, serta dengan
mengambil selisih rata-rata suku bunga SBI bertenor satu bulan dan angka
inflasi yang amat konservatif sebesar 1-1,5 persen, maka suku bunga SBI
berpotensi terus naik mendekati 20 persen.
Menghadapi
tekanan yang bertubi-tubi, termasuk kenaikan suku bunga pinjaman, membuat dunia
usaha kian kalang kabut.
Kenaikan suku
bunga bisa diredam asalkan pergerakan nilai tukar rupiah agak dibiarkan
fleksibel. Karena, kiranya amat sulit mencapai target suku bunga rendah dan
rupiah kuat bersamaan. Pilihan pahit ini harus dipilih mau yang paling sedikit
biayanya bagi perekonomian atau yang mana.
Bagaimana jika
kurs yang dibiarkan mengambang akan mengarah pada destabilizing speculation?
Pilihan ekstrem kalau memang suku bunga tinggi lebih memukul perekonomian ialah
mem-peg nilai rupiah. Sekalipun opsi ini sangat ditentang oleh penganut aliran
ekonomi mainstream, tak ada salahnya untuk mulai menghitung-hitung untung-rugi
dan prakondisi yang harus terpenuhi. Paling tidak pemberlakuannya bersifat
darurat dan sangat sementara.
Tantangan jangka
pendek ini harus dihadapi dengan sangat hati-hati. Segala tindakan pemerintah harus
betul-betul terukur. Kesalahan kecil saja bisa berakibat fatal. Secara teknis,
kenaikan harga BBM tak mungkin lagi dikoreksi karena dampak terhadap kenaikan
harga-harga boleh dikatakan sudah terjadi penuh.
Akibat kenaikan
harga BBM yang tak kepalang, pekerjaan rumah pemerintah bukannya berkurang,
malahan bertambah banyak dan lebih pelik serta lebih berisiko. Investor asing
dan lembaga-lembaga internasional memuji langkah berani pemerintah. Para
kreditor mengamini karena terang saja mereka merasa lebih nyaman jika APBN
lebih banyak dialokasikan untuk pembayaran bunga dan cicilan utang. Jadi, apa
bedanya antara memberi subsidi kepada rakyat dan membayar suku bunga lebih
tinggi kepada kreditor asing?
Kita berharap
pemerintah lebih peka pada derita rakyatnya sendiri. Kepentingan nasional harus
di atas segala-galanya. Kita harus berdaulat secara politik dan ekonomi.
Keadilan harus jadi acuannya. Banyak pilihan kebijakan yang masih tersedia
untuk mewujudkannya asalkan kita mau mengubah pola pikir kita yang selama ini
terlalu dibelenggu oleh setting perekonomian negara maju yang kelembagaannya
sudah sedemikian sangat lengkap, dan tidak korup.
C.
Proyeksi Dampak Kenaikan BBM April
2012
Kenaikan BBM sebentar lagi akan
ditetapkan pemerintah pada bulan April tahun 2012 ini, meskipun belum terjadi
namun dampaknya sudah mulai terasa pada kehidupan sehari-hari.
Bagi masyarakat kelas menengah
keatas, mungkin belum begitu terasa secara nyata. Karena secara ekonomi mereka
masih memiliki simpanan yang cukup dalam melanjutkan hidup. Bagi masyarakat
menengah kebawah hal ini akan terasa sekali dalam kehidupan sehari-hari.
Bila jadi, rencana kenaikan BBM
bensin sebesar seribu lima ratus Rupiah, sehingga harga awalnya dari empat ribu
lima ratus Rupiah menjadi enam ribu Rupiah memberikan nilai kenaikan sebesar 25
persen, yang bisa memberikan dampak kenaikan biaya operasional sehari-hari.
Kenapa pemerintah bersikeras
menaikkan harga BBM ketimbang menyelenggarakan konversi BBM menuju BBG atau
bahan bakar gas, yang berlaku bagi pemilik mobil yang notabene mewakili
masyarakat kelas menengah keatas?
Hal ini dikarenakan secara
infrastruktur, pemerintah belum siap untuk menyediakan alat konversi BBG.
Selain itu, tidak mungkin pemerintah memberikan peraturan yang bersifat memaksa
secara mendadak, hanya dalam waktu tiga bulan sebelum masa berlakunya. Di
negara manapun, pengenalan akan suatu produk perundangan membutuhkan waktu
antara enam bulan sampai dengan 3 atau lima tahun. Hal ini dimaksudkan agar
warga terkait bisa memahami dan menyadari maksud dari peraturan pemerintah,
sekaligus juga agar keputusan bisa berjalan dengan wajar tanpa mengalami
gejolak yang berarti.
Kenaikan BBM ini akan memberikan
dampak yang nyata secara multi sektoral dan bukannya tidak mungkin akan
mengarah pada gejolak multi dimensi. Kita akan membahas seberapa besar pengaruh
kenaikan BBM dari beberapa faktor berikut ini.
Dampak Ekonomi
Di bidang ekonomi, kenaikan BBM
secara pasti akan menaikkan biaya operasional sehari-hari. Pengaruh yang sangat
terasa adalah kenaikan biaya transportasi jalan raya, yang akan diikuti dengan
kenaikan biaya listrik dan air, kenaikan tarif tol. Dan pada gilirannya akan
berdampak pada kenaikan sembako (sembilan bahan pokok).
Bilamana kenaikan ini tidak diserta
dengan kenaikan pendapatan, maka akan menambah jumlah penduduk miskin di
Indonesia. Bilamana seorang kepala keluarga dengan dua orang anak setingkat
SD/SMP, memiliki penghasilan per bulan satu juta lima ratus ribu. Maka kenaikan
biaya hidup sebesar 15 sampai dengan 25 persen per bulan pasti akan menambah
jumlah hutang mereka. Dengan asumsi kebutuhan per bulan sebesar 1,6 juta, akan
menambah jumlah hutang sebesar 200 sampai dengan 300 ribu sebulan. Belum lagi
bila ditambahkan dengan kenaikan biaya pendidikan, maka akan kita lihat lebih
banyak lagi warga miskin di negeri ini.
Di bidang industri akan menambah
biaya transportasi bahan baku dan pada distibusi barang jadi kepada masyarakat
luas di satu sisi. Di sisi lain, tingkat daya beli masyarakat akan mengalami
penurunan. Sehingga bisa terjadi penumpukan barang-barang produksi. Bilamana
hal ini tidak terjadi perbaikan, di masa mendatang akan meningkatkan biaya
operasional (overheat production), sehingga akan terjadi pengurangan jumlah
buruh dan menaikkan jumlah pengangguran di Indonesia.
Dampak Sosial
Dilihat dari sisi sosial, pengaruh
dari kenaikan BBM akan memberikan dampak pemiskinan yang semakin tinggi. Hal
ini dikarenakan semakin tingginya biaya hidup, terutama bagi mereka yang
tinggal di perkotaan.
Hal ini akan menjadikan mereka yang
selama ini hidup pas-pasan menjadi miskin karena tidak mampu mengikuti kenaikan
biaya hidup. Pada skala besar akan menjadi fenomena pemiskinan secara
sistematis dan berkelanjutan.
Jangan kaget, bilamana nanti kita
akan melihat di sekitar kita, semakin banyak pengemis di jalanan, para pemulung
sekitar tempat tinggal dan semakin maraknya pelacuran serta semakin banyak
dijumpai kejadian kriminal di negeri ini.
Bagi mereka yang berada dan dekat
dengan lingkaran kekuasaan, hal ini akan membuat mereka menaikkan pungutan liar
dan nilai uang yang dikorupsi, dengan alasan untuk “menutup” kenaikan BBM.
Dampak Politik
Secara politis, dengan terjadinya
kenaikan BBM akan mengakibatkan semakin tingginya biaya politik yang harus
dibayar dan semakin maraknya penyelewengan penyelenggaraan kekuasaan yang
terjadi di negeri ini.
Adalah merupakan rahasia umum,
pemberian sejumlah “biaya siluman” dalam menggolkan suatu peraturan. Dana ini
tentunya tidak tertulis dalam lembaran administrasi negara. Namun berlangsung
secara “wajar” dalam penyelenggaraan administrasi kenegaraan.
Dengan adanya permintaan kenaikan BBM
tentunya jumlah yang diminta juga akan semakin besar, dengan alasan agar tidak
terjadi gejolak yang meningkat di masyarakat dan juga untuk “menenteramkan”
anggota partai dan para simpatisan.
Di satu sisi, besarnya biaya siluman
ini akan berdampak pada pengurangan anggaran di sektor lain, biasanya anggaran
yang menyangkut kesejahteraan masyarakat, yang dianggap “tidak penting”.
Sehingga kemungkinan jumlah masyarakat yang terlayani dalam bidang
kesejahteraan akan semakin jauh berkurang.
Bilamana hal ini terjadi, maka
pengurangan biaya kesejahteraan seperti, pelayanan kesehatan dan fasilitas
infrastruktur. Hal akan menjadikan masyarakat kelas bawah yang mengharapkan
bantuan menjadi semakin terpuruk.
Kompensasi dampak kenaikan BBM
seperti bantuan langsung tunai (BLT) pun tidak akan bisa memberi dampak yang
nyata bagi masyarakat. Selain karena tidak tepat sasaran juga banyak potongan
di dalamnya.
Bilamana kondisi semacam ini berlangsung
terus, bisa menimbulkan berbagai keresahan yang berujung pada gejolak sosial
dan politik di masyarakat.
Seperti kita baca di berbagai media,
saat ini masyarakat kita dalam kondisi temperamen. Sehingga bila ada masalah
sedikit saja yang melibatkan aparat dan masyarakat bisa berakibat kerusuhan
massa.
Di sisi lain, juga akan menjadikan
suatu alasan kuat bagi para “lawan politik” partai yang berkuasa untuk
mendiskreditkan pemerintah, dengan salah satu alasan “tidak melindungi”
kepentingan masyarakat bawah dan kurang bijak dalam kondisi sulit untuk
menaikkan harga BBM.
Hal ini juga ditunjang dengan masalah
carut marut dalam pemerintahan, termasuk penanganan korupsi yang tidak jelas
ujung pangkalnya dan kapan berakhirnya.
Berbagai alasan tersebut di atas bisa
menjadi salah satu senjata dalam mendiskreditkan pemerintah dan partai yang
berkuasa saat ini. Dalam periode selanjutnya bisa menjadi sarana untuk
melakukan empeachment terhadap presiden.
Bilamana pemerintah tidak mewaspadai
dampak multi dimensi yang akan terjadi, maka nasib negeri ini sebagai negara
yang gagal (fail state) hanya menunggu waktu saja. Dan kita juga hanya bisa
berharap dan berdoa bagi keselamatan kita masing-masing.
D. Dampak Kenaikan Bbm Terhadap Sektor Pendidikan
Kenaikan BBM yang direncanakan akan
di berlakukan awal April 2012 sepertinya tidak bisa dihindarkan. Bagi bimbel
yang jelas-jelas bisnis jasa tentu saja kebijakan ini cukup memberatkan.
Meskipun omset besar tapi biaya operasional akan semakin meningkat seiring
diberlakukannya tarif baru bbm. Sudah dipastikan target omset tidak tercapai
seperti yang direncanakan pada tahun ajaran sebelumnya.
Melihat hal ini adalah sebuah
keuntungan bagi para siswa yang sudah melunasi biaya bimbel atau kursus. Karena
mereka tidak terkena dampak kenaikan bbm. Dampak kenaikan bbm tentu akan sangat
terasa bagi sektor pendidikan lain dan bukan hanya bimbel. Ada beragam kursus
lain yang pembayarannya menggunakan metode cicilan di semester awal. Di
semester dua diharapkan sudah lunas. Jika sudah lunas pada semester pertama
tentu konsumen tidak pusing. Yang pusing justru para pelaku bisnis dalam sektor
pendidikan ini. Kursus musik pun akan terkena imbasnya.
Mensiasati hal ini belum ada cara
yang paling tepat. Jika mengurangi pelayanan tentu saja akan mengingkari janji
di awal tahun ajaran. Misalnya dalam sebulan ada delapan pertemuan kemudian
karena kenaikan harga bbm dikurangi menjadi enam pertemuan dalam sebulan. Tapi
rasanya tidak mungkin dilakukan cara seperti ini. Jika menambahkan biaya dapat
dipastikan orang tua tak akan serta merta setuju dengan kebijakan tersebut.
Bimbel, kursus Bahasa Inggris dan
kursus Musik saat ini adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan
anak-anak. Terutama bagi mereka yang sudah bersekolah gratis di sekolah negeri.
Orang tua merasa perlu anaknya mendapatkan tambahan pelajaran dan tambahan
keterampilan di luar sekolah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kenaikan harga
BBM selalu disertai dengan kenaikan harga-harga kebutuhan yang lain, karena BBM
merupakan faktor bahan baku yang utama bagi sektor industri. Sehingga dampak
kenaikan harga BBM pasti akan sangat dirasakan oleh masyarakat luas, khususnya di bidang pendidikan.
Kiranya kenaikan BBM ini juga akan
berdampak pada sekolah-sekolah. Sekolah swasta tentunya memiliki target siswa.
Jika kenaikan bbm dilakukan pada bulan April jelas menjadikan target siswa yang
sebetulnya sudah tercapai akan sia-sia karena bersiap untuk menambah atau
mengalokasikan biaya tambahan karena dampak kenaikan harga BBM.
B. Saran
Diharapkan agar
pemerintah pada saat-saat selanjutnya dapat menjadikan kenaikan harga BBM
sebagai alternatif terakhir untuk menghemat anggaran belanja negara. Karena
dampak yang ditimbulkannya akan sangat luas, khususnya dalam faktor biaya pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Arya
Yoga, Dampak Kenaikan Harga BBM.
2008. http://reincarbonated.multiply.com
Jawa
Pos Online, 30 Januari 2002. Mensiasati
Dampak Kenaikan BBM Bagi Pengusaha Kecil.
http:/google.com. (Sektor Pendidikan
Siap Merugi)
http:/google.com.
(Proyeksi Dampak Kenaikan BBM April 2012)
Belum ada komentar untuk "HARGA BBM"
Berikan Tanggapan mengenai Artikel Di Atas :